Monday, January 19, 2015

Mengatasi Keraguan Melalui Pengalaman Langsung

Shaila Catherine

Apakah anda pernah dapati diri sendiri menolak—atau mungkin meragukan—realita dari hal-hal yang belum anda alami sendiri?

Dalam Majjhima Nikaya, ada satu cerita tentang orang yang terlahir buta yang tidak bisa melihat gelap maupun terang, bentuk-bentuk berwarna, atau bintang, matahari, maupun bulan, dan dia bilang: “Saya tidak mengenal mereka. Saya tidak melihat mereka. Oleh karena itu, mereka tidak ada.”

Orang buta ini menolak apa pun yang di luar pengalamannya sendiri. Tendensi ini—untuk meragukan apa yang belum dialami—adalah hal yang cukup umum di lingkungan Dhamma Barat. Contohnya, saya mendengar orang mendiskon potensi stabilitas jhana—bersikukuh bahwa tidak mungkin untuk terampil dalam kondisi-kondisi konsentrasi stabil seperti itu di zaman sekarang ini. Saya juga mendengar orang-orang menyatakan keraguan terhadap kemungkinan terbebaskan dari keserakahan, kebencian, dan ketidaktahuan.

Beberapa orang, meskipun tertarik pada Dhamma, berpikir bahwa pencerahan sempurna hampirlah tidak mungkin di dunia saat ini. Tetapi hanya karena kita tidak menemukan orang-orang yang tercerahkan di lingkaran teman-teman kita tidaklah berarti kita harus melepaskan harapan untuk pencerahan dapat terjadi pada orang-orang seperti kita.

Bertemu dengan orang-orang yang telah berjalan jauh di depan dibandingkan kita sendiri dapat membangkitkan semangat kita, untuk membantu mengingatkan kita pada potensi kita untuk tercerahkan. Guru-guru dan praktisi-praktisi yang mahir dapat mengingatkan kita tentang pertumbuhan, pandangan terang, dan transformasi yang dimungkinkan oleh meditasi. Mereka bisa menginspirasi kita dengan mendorong kita untuk meraih ketinggian-ketinggian baru dalam meditasi dan untuk mengalami pengalaman yang membuka pikiran, yang mengoncang asumsi-asumsi kita yang picik tentang realita. Seperti yang dikatakan guru pertama saya Poonjaji, “Alami pengalaman itu, kemudian kau akan mengerti.”

Ketika berbicara dengan otoritas pengalaman langsung, orang-orang ini dapat membuat bahkan tujuan-tujuan tertinggi itu terlihat dapat tercapai. Karena jika mereka dapat melakukannya, mengapa kita tidak?


Menemukannya untuk Diri Sendiri

Sang Buddha sering menitikberatkan pada pentingnya pengalaman langsung. Contohnya, ia mengobservasi bahwa ketika tujuh faktor pencerahan telah “dikembangkan dan dikultivasi, mereka menuju ke pengalaman langsung, pada pencerahan, pada Nibbana.” Di tempat lain, beliau mengatakan bahwa “Jalan Mulia Berunsur Delapan adalah untuk dikembangkan demi pengalaman langsung tentang tiga noda [dari nafsu, kebencian, dan delusi], untuk pemahaman sepenuhnya tentang mereka, dan untuk kehancuran mereka, dan untuk menanggalkan mereka.”

Sang Buddha juga mengkritik anggota-anggota sekte lain yang memeganng pandangan berdasarkan hanya pada logika, tradisi oral, keyakinan pada guru atau tradisi, penerimaan reflektif terhadap suatu pandanga. Contohnya, beliau mengatakan, “Untuk para pertapa dan Brahmin yang memegang pandangan doktrin seperti ini... bahwa mereka akan memiliki pengetahuan murni dan jernih personal tentang ini—ini tidaklah mungkin... mereka memiliki pengetahuan tidak murni dan tidak langsung. “


Tetapi bagaimana kita sebaiknya merelasi pada ide pengetahuan langsung dan personal jika kita ada pada suatu tahap di jalan kita dimana kita tidak memiliki pengetahuan dan belum mengalami pengalaman itu? Kita mungkin tidak tahu secara pasti bahwa jalan Buddhis ini menuju ke mana. Kita mungkin tidak punya petunjuk tentang pencerahan, atau Nibbana. Dan bahkan jika kita telah mengalami pengalaman-pengalaman spiritual yang hebat, kita mungkin masih menemukan diri kita tertantang dalam kehidupan sehari-hari dari segi itu. Bagaimanakah kita dapat tetap terbuka pada kemungkinan tertinggi dari pencerahan, sementara mempertahankan suatu perspektif yang seimbang, kritis, dan cerdas tentang tujuan-tujuan yang kita cari, dan jadwal yang kita tentukan untuk mencapainya?


Kemungkinan-kemungkinan Tidak Terbatas

Kita mungkin akan setuju bahwa pasti ada pengalaman-pengalaman spiritual yang lebih besar daripada apa yang kita ketahui sendiri. Jika kita tidak dapat membayangkan sesuatu yang lebih besar daripada persepsi kita sekarang, kita tidak akan terbuka untuk belajar dan tumbuh.

Pertimbangkan bagaimana, dalam beberapa dekade ini, betapa banyak dobrakan yang telah dimungkinkan oleh inovator-inovator optimis yang mempertanyakan status quo dan menelurkan ide-ide yang terlihat gila untuk inovasi baru yang akhirnya malah menjadi realita. Ini telah menjadi klise bahwa teknologi-teknologi yang tadinya di film fiksi ilmiah sekarang ada di kehidupan sehari-hari.

Mengasyikkan untuk menonton episode-episode Star Trek dan mengobservasi betapa banyak gadget yang awalnya dibuat sebagai prop fiksi, dan kemudian seseorang menemukan cara untuk mendesainnya sehingga benar-benar bekerja. Banyak sekali contohnya: iPad kita sekarang terlihat sangat serupa dengan alat akses personal di film Star Trek: The Next Generation. Ponsel lipat diinspirasi langsung oleh alat komunikasi handheld di film Star Trek. Dan printer 3-Dimensi yang sedang populer saat ini terlihat seperti replika dari film Star Trek. Ini adalah inventor-inventor yang begitu bergelora: mereka membayangkan betapa kerennya jika punya sesuatu yang tadinya tak ada, kemudian menemukan cara untuk membuatnya.

Meskipun perkembangan yang luar biasa di dunia obat-obatan dan teknik, masih ada area-area lain dalam kemampuan manusia yang sepertinya merosot. Di zaman India kuno pada masa Buddha, orang-orang tidak mencatat tulisan suci. Meskipun ada skrip tertulis yang digunakan untuk bisnis dan hal legal, bukanlah hal umum untuk menuliskan ajaran-ajaran suci. Ajaran-ajaran suci dipelajari lewat hapalan. Mereka diturunkan secara oral (ucapan) dari satu orang ke orang lain dari satu hati ke hati lain, dari satu pikiran ke pikiran lain.

Murid-murid Buddhis awal mendengar dengan penuh perhatian ajaran-ajaran itu, mengingat mereka, mengulangi mereka seara individu dan dalam grup, dan merenungkan mereka. Pelafalan secara grup melayanan sebagai suatu mekanisme koreksi natural karena sebagai satu grup, lebih kecil kemungkinan untuk membuat kesalahan kecil yang sama.

Sang Buddha mengajar selama 45 tahun, sehingga melestarikan ajaran-ajaran melalui pelafalan oral bukanlah hal sepele. Apa yang dihapal oleh pelafal-pelafal Kanon Pali zaman dulu memenuhi ribuan halaman ketika akhirnya digubah dalam bentuk tulisan beberapa abad setelah wafatnya Sang Buddha.

Namun dengan standar hari ini, kebanyakan orang akan berpikir bahwa tidaklah mungkin bagi manusia untuk menghapal ribuan halaman teks.

Konsep-konsep kita tentang apa yang mungkin atau tidak mungkin tidaklah seakurat yang kita sangka. Kapanpun pikiran “ini tidak mungkin” muncul, kita dapat mempelajari dan meminggirkannya. Ini mungkin menimbulkan hambatan tak perlu yang dapat menjadi halangan bagi perkembangan kita snediri.

Salah satu motivasi saya untuk menulis Focused and Fearless (Fokus dan Tidak Takut) adalah mencoba untuk menunjukkan bahwa jhana itu mungkin dan dapat diakses oleh umat-umat awam saat ini. Terutama, sebagai umat awam wanita, sepertinya sangat penting untuk berbagi ajaran-ajaran ini secara publik karena peta-peta spiritual lebih sering diklaim dan dikontrol oleh infrastruktuk patriak.


Pengalaman Langsung dan Ajaran-ajaran Buddhis

Sejalan dengan waktu, banyak dari kita yang mengalami transformasi diri yang mendalam dan pengetahuan mendalam melalui praktek. Beberapa dari mereka mungkin dengan rapi memetakannya ke dalam deskripsi-deskripsi tradisional yang kita baca di sutta-sutta atau dengar di ceramah-ceramah Dhamma. Kita mungkin menamai mereka sebagai pengetahuan mendalam, pengalaman pencerahan, atau pengalaman kekosongan.

Peta-peta yang kita temukan dalam sutta-sutta dapat membantu kita menentukan apakah kita sudah dalam jalur, mengecek apakah pengalaman-pengalaman kita melayani tujuan kita. Beberapa orang jatuh hati pada peta-peta ini, dan dapat dimengerti karena peta-peta ini secara umum dapat bermanfaat untuk digunakan—bahkan menghibur. Ketika anda menyetir mobil melewati jalan baru, apakah anda pernah merasakan senang dalam menemukan posisi anda berada di peta? 

Tapi jika kita menjadi terlalu melekat pada peta, kita membatasi kemampuan kita untuk berhubungan dengan dunia nyata di sekitar kita. Contohnya, saya sedang berbincang dengan seorang supir taksi di Boston yang mengeluhkan istrinya begitu kecanduan pada GPS sehingga ia suka mendengar GPS itu memberi tahu ke mana mereka akan pergi, bahkan ketika supir itu tahu jalannya, dan tidak penting di mana mereka ada sekarang. Seperti yang dikatakan seorang filosofer Polandia-Amerika bernama Alfred Korzybski, “Peta bukanlah teritori.”

Jika kita tidak hati-hati, peta-peta spiritual dapat menjadi kekurangan dan bahkan menyokong konstruksi tentang diri. Kita harus berhati-hati ketika kita menggunakan peta-peta seperti empat jhana-jhana, empat tahap pencerahan, atau 16 pandangan terang. 

Poin dari ajaran-ajaran ini bukanlah untuk membantu ego untuk mencapai sesuatu. Dan di titik tertentu, sangat penting untuk berhenti mengevaluasi di mana anda dalam latihan ada dan membebaskan diri dualitas sukses dan gagal. Nilai diri anda tidak tergantungpada di mana anda meletakkan diri anda di peta spiritual abstrak. Sebenarnya kapanpun nilai diri anda dipertanyakan, berhati-hatilah! 'Melekati diri' sedang ada di dekat. 

Kita harus bekerja dengan kebodohan-batin kapan pun kita berhasil atau gagal dalam mendirikan konsentrasi. Kita harus mengurai tendensi untuk menjadi bangga pada pencapaian-pencapaian kita atau merasa kecewa karena tidak mencapai mereka. Kemelekatan pada pencapaian atau kekecewaan akan menguatkan konstruksi tentang diri, dan menghalangi pelepasan. 

Dengan suatu cara, kita seharusnya tidak peduli dimana kita di peta itu, tapi pada saat yang sama juga peduli sepenuhnya tentang ke mana kita pada akhirnya mengarah. Kita tidak seharusnya puas dengan apapun yang di bawah pencerahan penuh. Seperti yang Buddha peringatkan mengenai level apapun dari pencapaian kita: Jangan berhenti hanya di sana!


Pengalaman Langsung dan Jalan Latihan

Pengarahan dari guru-guru dan dari peta-peta spiritual dapat membantu, namun kita perlu keberanian untuk menjalani jalan itu untuk diri kita sendiri. Kita mungkin berbuat kesalahan. Kita mungkin berjuang dengan kondisi-kondisi mental yang sulit. 

Tetapi kita belajar banyak dengan berjalan di jalan dengan tekun dan melepaskan konsep-konsep dari apa yang kita pikir mungkin dapat dicapai. Kita harus bijaksana, dan secara gradual mengembangkan nilai-nilai, kejernihan, kekuatan, kebijaksanaan, dan ketenang-seimbangan kita. Komitmen penuh tidak perlu paksaan atau ekspektasi. 

Upaya benar berarti menjadi bersedia untuk mundur atau terjun masuk. Saya mendorong murid-murid yang ada di tepi perspektif baru yang radikal dalam samadhi atau pandangan terang untuk mengizinkan hal itu untuk berevolusi secara perlahan. Contohnya, terkadang saya menyarankan agar mereka masuk ke kedalaman samadhi yang tidak familiar untuk singkat saja, dan kemudian keluar untuk mengecek kualitas dari pikiran. Investigasi kondisi-kondisi yang tidak familiar ini beberapa kali sebelum pikiran masuk ke jhana absorpsi. Ketika murid-murid mengambil sedikit waktu untuk berkembang secara gradual dan cerdas, mereka dengan cepat mengkonfirmasi bagi diri mereka sendiri bahwa kondisi-kondisi konsentrasi dan pandangan terang seluruhnya sangat bagus. 

Berlatih dengan bijaksana, kita mengembangkan kemampuan untuk menggerakkan pikiran secara intensional. Kita harus mempunyai kemampuan untuk masuk dan keluar dari setiap kondisi atau persepsi tanpa takut dikuasai olehnya, tersedot ke dalam energinya, atau terperangkap di sana. Pada akhirnya kita mengembangkan penguasaan pikiran dalam konsentrasi, dan membebaskan pandangan terang ke dalam kekosongan dari semua hal. 

Ketika progres dimenangkan dalam jalan ini, kadang-kadang itu menyuapi ego. Arogansi yang berlebihan atau ketidak-sabaran dapat menyebabkan orang berpikir bahwa level kemampuan mereka lebih tinggi, dan kealamian dari pengalaman mereka lebih dalam, daripada yang sebenarnya. Ini bukanlah masalah besar untuk berpikir bahwa kita telah tercerahkan beberapa kali sebelum kita benar-benar mengalami tahap pertama pencerahan, sebagai pemenang arus. Antusiasme kecil bukanlah hal buruk. Tapi janganlah menulis blog tentang pengalaman-pengalaman pencerahan kalian. Anda tidak mau merasa malu nantinya jika ternyata anda tidak se-tercerahkan dari yang anda kira. Di situasi apapun, kebahagiaan ekstrim dari kondisi-kondisi meditatif dapat terjadi sebelum pencerahan dapat membengkokkan perspektif kita untuk beberapa saat. 
   
Sang Buddha dengan ketat melarang anggota monastik untuk memberitahukan pencapaian-pencapaian mereka. Itu adalah pelanggaran berat yang akan menghentikan kehidupan monastik seseorang. Tradisi Buddhis mengajarkan meditator untuk melalui satu proses mengulas pencapaian, menstabilkan realisasi, belajar untuk berada dalam ketiadaan itu sesuka hati, dan kemudian terus mereview pikiran untuk kekotoran. Anda tidak pernah tahu—lima bulan lagi, dua puluh lima tahun lagi, atau di saat stres—kekotoran batin yang anda kira sudah tidak ada mungkin muncul. Meskipun sebagai umat awam kita tidak dikenai peraturan yang sama seperti monastik, saya pikir kehati-hatian diperlukan tentang deklarasi ini. Akan disayangkan untuk mengeklaim pencapaian tradisional, dan kemudian merasa perlu menurunkan target untuk menyesuaikan dengan deklarasi kita. 

Sementara kita seharusnya tidak dengan berani dan terlalu cepat mendeklarasi pencapaian-pencapaian kita, kita seharusnya mempunyai tujuan besar terhadap apa yang mungkin di jalan ini. Saya terinspirasi oleh ajaran-ajaran dimana Sang Buddha menyemangati murid-muridnya untuk tidak berhenti sebelum tujuan pencapaian pencerahan penuh. Ia mendorong para pengikutnya untuk meninggalkan setiap pencapaian-pencapaian dan melampaui setiap kondisi baik yang telah dicapai. Seruan untuk berlatih dengan tekun ini saya masukkan ke hati saya.

__

Shaila Catherine

Shaila Catherine adalah pendiri Insight Meditation South Bay (imsb.org), sebuah pusat meditasi di Silicon Valley, California dan Bodhi Courses (bodhicourses.org), sebuah kelas Buddhis online. Ia menulis dua buku terkenal tentang jhana dan vipassana—Focused and Fearless dan Wisdom Wide and Deep. Ia mulai berlatih meditasi pada tahun 1980, dan mendedikasikan lebih dari delapan tahun pada retret-retret diam. Shaila telah mengajar meditasi secara internasional sejak 1996. 


Photo credit: 
Photo 1: Vincent_AF via Compfight CC
Photo 2: Vincent_AF via Compfight CC
Photo 3: h.koppdelaney via Compfight CC
Profile photo: courtesy of Shaila Catherine

No comments:

Post a Comment