Monday, March 21, 2016

Announcement: 15th Sakyadhita International Conference on Buddhist Women

Sakyadhita is pleased to announce the
15th Sakyadhita International Conference on Buddhist Women
to be held in Hong Kong

Conference Theme
"Contemporary Buddhist Women:
Contemplation, Cultural Exchange & Social Action"

Dates
June 22 to 28, 2017

Venue
University of Hong Kong

Save the dates!
The Call for Papers will be posted soon.
Suggested topics for panels, papers, and workshops are welcome!

Sakyadhita International
Association of Buddhist Women
Conference Planning Committee
Renew Your Membership

Help support this conference by renewing your membership.


Monday, May 25, 2015

5 Alasan Mengapa Anda Wajib Datang ke Konferensi Sakyadhita Juni ini:

(1) Guru-guru berbobot kelas dunia
Kapan lagi Anda bisa melihat dan mendengar puluhan guru-guru hebat termasuk Ajahn Brahm, Venerable Tenzin Palmo, Thubten Chodron, Venerable Karma Lekshe Tsomo, Ajahn Sujato, Bhante B. D. Dipananda, Ayya Santini, Ayya Dhammananda, Venerable Thich Nu Nhu Nguyet, Venerable Hyo Seok, dan masih banyak lagi berbagi pengalaman dan membabarkan Dhamma? Langka kan?

(2) Kelas-kelas lokakarya yang beragam
Anda akan dimanjakan oleh berbagai lokakarya untuk apapun yang anda sukai. Dari belajar zen ketika minum kopi, belajar yoga, mendapat tips ketika menerjemahkan teks Buddhis, hingga mengupas seluk beluk Candi Borobodur, dan topik-topik lain yang begitu beragam

(3) Peserta dari lebih dari 40 negara
Ingin bertemu teman manca negara tapi tak bisa bahasa Inggris? Tenang saja! Peserta konferensi bukan hanya yang berbahasa Inggris, tapi juga mandarin, Korea, Vietnam, Thai dan Spanyol dan lainnya. Banyak juga penerjemah yang berliweran yang akan membantu anda.

(4) Topik penting yang mempengaruhi hidup anda
Berita-berita menampilkan kondisi dunia yang memprihatinkan. Jangan hanya berpangku tangan dan mengeluh, kita juga dapat melakukan banyak hal untuk membuat dunia ini lebih indah bagi kita dan anak cucu kita. Anda akan mendapatkan banyak wawasan dan tips untuk mengembangkan diri dan dunia di sekitar anda.

(5) Asyik dan terjangkau!
Kalau teman-teman luar negeri harus merogoh kocek dalam USD, peserta lokal mendapat diskon besar-besaran! Hanya Rp 500,000 untuk menghadiri konferensi termasuk makan 3 kali sehari. Belum termasuk tiket dan tempat nginap ya (banyak tempat menginap yang murah-murah di sekitar sana!)


Isi dan segera email formulir pendaftarannya: 
Download di: http://sakyadhita-indonesia.org/registrasi.pdf 
Email ke  sherly.yuliany@yahoo.com dan info@sakyadhita-indonesia.org

Informasi lebih lanjut dapat mengubungi
Contact Person : Sherly +62.815.9552.552
Elwiana +62.812.1288.122
Pin BB : 7D21CF1E
Mail : info@sakyadhita-indonesia.org/ sherly.yuliany@yahoo.com.

Ceramah Dhamma Ven. Karma Lekshe Tsomo di Riau, Sumatra

Jangan lewatkan kesempatan langka untuk mendengarkan guru besar dalam agama Buddha, yaitu Ven. Prof. Dr. Karma Lekshe Tsomo dari Amerika Serikat.


Monday, April 20, 2015

Sejarah Wanita dalam Buddhisme Indonesia : 5

Misteri Dewi Kili Suci – Putri Mahkota Bhikkhuni Petapa Abad Ke-11 dan Goa Selomangleg

Bhikkhunī Ayyā Tathālokā

Image 1: Putrī Sanggramawijaya/
Devi Kili Suci
Di posting kelima dari seri ini, kita menuju ke Borobudor di abad ke-11, di masa ketika adalah hal umum bagi keluarga ningrat melepaskan tahta demi kehidupan monastik, dan pertapaan-pertapaan dan gua-gua di pegunungan Indonesia sering didatangi oleh pertapa pria dan wanita dari berbagai kepercayaan. Buddhisme Mantranāya/Vajrayāna telah tersebar di Jawa sejak akhir abad ke-7 dan berkembang pesat. Mari kita lihat cerita legenda tentang seorang putri yang menjadi kili/wiksuni/bhikkhunī/mahāsiddhā, dan kita kunjungi gua dimana ia tinggal, berlatih dan menghilang secara misterius dari dunia.

Diekstrak dari dari jurnal oleh Ayyā Tathālokā’s berjudul“Light of the Kilis: Our Indonesian Bhikkhuni Ancestors,” ini adalah bagian kelima dari mini-seri dalam menyambut Konferensi Sakyadhita Ke-14 di Borobudur, Indonesia.

__

Misteri Dewi Kili Suci – Putri Mahkota Bhikkhuni Penyendiri Abad Ke-11 dan Goa Selomangleg

Meskipun dalam catatan-catatan sejarah telah jarang ditemukan cerita-cerita tentang biarawati-biarawati Buddhis di India sejak abad ke-8 dan langka di Sri Lanka setelah abad ke-10, catatan-catatan semacam ini terus ditemukan di Indonesia di abad ke-11.

Gambar2: Prasasti Pucangan atau
"Batu Kalkuta" ditulis dalam bahasa
Jawa Kuno dan Sansekerta
Ada cerita tentang Airlangga yang adalah buah perkawinan ningrat antara dinasti kerajaan Bali dan kerajaan Medang di Jawa Timur. Airlangga (yang namanya berarti Ia yang Melewati Air) diasuh oleh Ibunda Ratu di Bali, dan pulang ke Jawa ketika remaja saat perkawinannya sudah disiapkan. Prasati “Batu Kalkuta” mencatat bahwa pada usia enam belas, di hari pernikahannya, saat pesta sedang berlangsung, adik ibundanya yaitu raja Dharmawamsa dari Medang dan seluruh keluarganya diserang mendadak dan dibunuh, dan istananya dijarah dan dibakar. Entah bagaimana, Airlangga berhasil lolos tanpa luka. Ia menghabiskan beberapa tahun di retret di Pertapaan Hutan Vanagiri, dan kemudian muncul kembali untuk berdamai dengan Srivijaya dan membentuk kerajaan Jawa baru bernama Kahuripan.

Airlangga menikah dengan seorang putri Sriwijaya yang melarikan diri ke Jawa Timur setelah ayahnya dipenjara dan kerajaan mereka dijarah oleh kerajaan Cholas dari India. Menurut prasasti Baru, ia menamai putri ini sebagai Parameśwari—Permaisuri

Monday, April 13, 2015

Sejarah Wanita dalam Buddhisme Indonesia: 4

Jaringan Buddhis Internasional,  Kepemimpinan  Bhikkhunīs dan Wanita di Laut Indonesia Selatan pada Abad Ke-5 hingga Ke-7

Ayyā Tathālokā Bhikkhunī

Ini adalah artikel keempat dari seri “Sejarah Wanita dalam Buddhisme Indonesia.” Kali ini kita melihat bagaimana jaringan Buddhis internasional telah berkembang dengan mantap antara India, Indonesia, Sri Lanka dan China. 

Kita akan membahas periode ketika Buddhisme tumbuh di Indonesia, dan jaringan dan pembelajaran Buddhis internasional tumbuh pesat. Pemimpin-pemimpin wanita yang berkuasa telah menyokong beasiswa Buddhis dan Sangha Bhikkhunī tersebar luas dan berdiri kokoh. 

Diekstrak dari jurnal Ayyā Tathālokā’s paper “Light of the Kilis: Our Indonesian Bhikkhuni Ancestors,” ini adalah bagian dari seri dalam menyambut Konferensi Sakyadhita Ke-14 di Borobudur, Indonesia. 

__

Jaringan Buddhis Internasional,  Kepemimpinan Bhikkhunīs dan Wanita di Laut Indonesia Selatan pada Abad Ke-5 hingga 7

Meskipun sangat besar kemungkinan bahwa ajaran-ajaran Buddhis dan anggota-anggota monastik telah mencapai kepulauan Indonesia hampir 1,000 tahun sebelumnya—karena Jalur Sutera Laut yang aktif dan diketahui bahwa para anggota monastik Buddhis berpergian sepanjang jalur-jalur ini dengan laut—tapi kita baru menemukan bukti visual tentang hal ini yang berpenanggalan dari abad ke-2 hingga ke-5 dari Era Umum dalam bentuk patung-patung dan benda-benda arkeologis Indonesia yang masih ada hingga hari ini.

Gambar 1: Buddha Tembaga dari
Sulawesi Barat dalam gaya Amaravati
atau Anuradhapura dari abad
kedua dan kelima
Patung-patung Buddha yang terbuat dari tembaga dari masa abad ke-2 hingga ke-5 ditemukan di Pulau Sulawesi, yang diduga adalah gaya Amaravati India atau gaya Anuradhapura Sri Lanka.

Patung-patung ini mengilustrasikan dengan lebih jelas hubungan antara Indonesia dengan India Selatan dan Sri Lanka di masa awal, seperti yang disebutkan dalam cerita “Bhikkhuni Manimekhalai Pergi ke Java ” yang sudah kita posting sebelumnya. Tak sulit untuk disadari ketika melihat peta-peta Jalan Sutera Laut, bahwa Indonesia punya hubungan aktif dengan India Selatan, Barat dan Timur Laut, serta Sri Lanka, China dan Korea.

Menurut catatan autobiografi bikshu peziarah dari China bernama Fa-hsien (Fǎxiǎn, 法顯/法显), ketika ia mendarat di suatu tempat di kepulauan Indonesia di awal abad kelima, saat kapalnya keluar jalur akibat tiuapn angin hingga teralihkan dari perjalanan Ceylon (Sri Lanka) dan China, ia hanya bertemu dengan beberapa orang Buddhis—ada tapi tidak banyak. Tidak diketahui pasti pulau mana ia berlabuh, tetapi diduga kemungkinan adalah suatu tempat di Pulau Jawa. Ia mungkin tidak bertemu dengan kerajaan Jawa bernama Tarumanegara (Dharmanagara)[1], yang berdiri sejak abad ketiga hingga kelima di Baturaja (bagian timur Jakarta), dimana ditemukan struktur-struktur berbentuk stupa dan lempeng-lempengan Buddhis.[2]

Monday, April 6, 2015

Sejarah Wanita dalam Buddhisme Indonesia: 3

Bhikkhuṇī Manimekalai dari India Selatan ke Jawa

Oleh Āyyā Tathālokā Bhikkhunī
Perkenalan ke segmen ini: Tathālokā Bhikkhunī and Ādhimuttā Bhikkhunī

Gambar 1: Manimekalai membagikan makanan
dari mangkuk ajaibnya kepada yang membutuhkan.
Di lukisan-lukisan India kontemporer, yang banyak
tersebar karena beliau adalah tokoh yang melegenda,
beliau hampir selalu digambarkan dalam wujud
sannyāsinī Hindu modern daripada monastik Buddhis.
Artikel ketiga di seri “Sejarah Wanita dalam Buddhisme” menceritakan kisah hidup yang suciwati Buddhis bernama Manimekalai. Kisahnya dramatis dan menginspirasi, bagaikan Bunda Theresa versi Buddhis dari abad kedua India Selatan. 

Artikel ini menganalisa penanda-penanda status dan mobilitas para monastik wanita Buddhis Asia Selatan dan Tenggara, lingkungan dan etika keadilan sosial mereka, hak-hak mereka, hubungan dengan politik, dan bagaimana Buddhisme secara proaktif dibandingkan dalam hal kesetaraan jender dengan kepercayaan, doktrin dan agama lain di masa itu. 

Hingga kini, diadakan perayaan Bak Poya di bulan purnama April untuk mengenang kedatangan Sang Buddha di pulau Manipallavam (Nagadipa), tempat yang penting dalam perjalanan hidup Manimekalai. 


Diekstrak dari jurnal Ayyā Tathālokā’s paper “Light of the Kilis: Our Indonesian Bhikkhuni Ancestors,” ini adalah bagian dari seri dalam menyambut Konferensi Sakyadhita Ke-14 di Borobudur, Indonesia.


__

Bagian 3: Bhikkhuṇī Manimekalai dari India Selatan ke Jawa

Gambar 2: Sampul buku Manimekalai
Kisah Yang Mulia Manimekalai dicatat dan dipopulerkan di abad ke-2 dan ke-3. Dari cerita itu, kita menyadari bahwa para bhikkhunī (Sansekerta: bhikṣuṇī) dari India bagian selatan dan negara kepulauan zaman dulu tidak hanya menikmati kebebasan mobilitas internasional, mereka juga mendapatkan penghormatan, dimana banyak diantara mereka yang adalah guru pembimbing monastik, praktisi dengan pencapaian, dan orang suci.

Manimekalai (Maṇimēkalai, Tamil: மணிமேகலை) adalah salah satu puisi Buddhis berbahasa Tamil yang paling terkemuka di antara epik-epik Literatur Tamil. Puisi ini juga adalah satu-satunya yang masih tersisa dari koleksi tulisan Buddhis berbahasa Tamil dari masa itu yang dulunya tersebar luas.