Monday, March 31, 2014

Pembangun Jembatan: Wawancara dengan Gloria Taraniya Ambrosia

Barre Center for Buddhist Studies
Saya akan mulai dengan pertanyaan kentara, Taraniya: Bagaimana anda mulai terlibat dalam semua ini? 
Sepanjang ingatan saya, saya selalu tertarik dengan apa yang kita sebut jalan spiritual. Hal itu terwujud dalam banyak bentuk di tahun-tahun awal keterlibatan saya, tetapi saya dapat memberitahu anda apa yang mengarahkan minat saya pada Buddhisme dan bagaimana saya awalnya berhadapan dengannya.

Saat berusia dua puluhan tahun dan awal tiga puluhan tahun, saya tertarik untuk melakukan perubahan melalui sistem politik, sosial dan ekonomi. Saya ingin bekerja di bidang yang membantu orang-orang dalam secara positif. Di usia awal tiga puluhan, saya bahkan kembali bersekolah untuk mengambil gelar master dalam bidang administrasi publik dan segera setelah itu bekerja bagi penasehat pemerintah di bidang Sains di Carolina Utara.  Saya tertarik dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, dan posisi ini menawarkan sesuatu yang berhubungan dengan sains serta kebijakan publik. Melalui kantor ini dan agensi lainnya, yang merupakan perpanjangan dari kantor kami, saya bekerja untuk mempromosikan bioteknologi sebagai suatu teknologi baru bagi Carolina Utara.

Thursday, March 27, 2014

Undangan Menulis Jurnal: Konferensi Internasional Sakyadhita ke-14


14th Sakyadhita International
Conference on Buddhist Women
Yogyakarta, Indonesia
23-30 Juni, 2015

"Compassion and Social Justice"

Para wanita Buddhis telah membuat banyak kontribusi bagi kehidupan spiritual dan sosial di dalam masyarakat mereka. Akan tetapi, wanita Buddhis seringkali dikucilkan dari proses-proses yang membentuk komunitas mereka, seperti negosiasi antara pemerintah, mahasiswa, pemimpin agama, dan struktur sosial. Pengambil keputusan dan gerakan keadilan sosial mungkin belum terbiasa dengan kontribusi wanita Buddhis, sedangkan wanita Buddhis mungkin tetap terlepas dari isu-isu besar yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari mereka. Konferensi Sakyadhita ke-14 akan menjadi suatu kesempatan dialog dalam menciptakan hubungan yang lebih baik dan mengeksplorasi bagaimana kasih sayang dan pengembangan spiritual dapat membantu membentuk dunia yang lebih adil dan damai.

Proposal yang diterima untuk panel presentasi dan lokakarya tentang topik-topik ini (tercantum disini) berhubungan dengan wanita dan agama Buddha. 



  • Proposal (250-500 kata) dikirimkan paling lambat tanggal 15 April 2014.
  • Proposal yang diterima akan diumumkan pada tanggal 15 Mei 2014.
  • Jurnal akhir (maksimum 2500 kata) diterima paling lambat tanggal 15 Juni 2014, untuk diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa.

Proposal yang dikirimkan harus menyertakan nama pengirim, institusi keanggotaan, dan informasi kontak. Seluruh proposal dan jurnal merupakan karya asli yang tidak pernah diterbitkan oleh penulis.

Untuk informasi selanjutnya, silahkan klik link ini

Monday, March 24, 2014

Sangha adalah Kata Kerja: Membudayakan Praktek Relasional untuk Memupuk Inklusivitas

Sebene Selassie 

Belakangan ini, ada perhatian, diskusi — dan kontroversi — di sangha konversi US tentang tentang keanekaragaman di masyarakat kita. Kebanyakan anggota sangha terdiri dari masyarakat berkulit putih, kelas menengah dan menengah-ke-atas dan mereka mengakui adanya aspirasi untuk menjadi lebih beragam, tetapi adalah sebuah tantangan untuk bagaimana mengaktualisasikannya di kota-kota di mana terjadi segregasi rasial, ekonomi, dan budaya. Harapan bahwa komunitas-komunitas kita untuk mencerminkan kekayaan negara dan dunia kita adalah bagian dari upaya mulia untuk mewujudkan cinta kasih sepenuhnya. Selama dharma berkembang dalam masyarakat multicultural kita, kita memiliki kesempatan — bahkan kewajiban — untuk memahami dan mengubah pemisahan yang terus berlangsung dalam identitas relatif ini.

Monday, March 17, 2014

Membangkitkan Para Wanita Buddhis, Sekarang

Karma Lekshe Tsomo

Upacara pembukaan pada the 13th Sakyadhita International Conference on Buddhist Women
Satu tahun membawa perbedaan apa! Tak pernah dalam sejarah dunia tercatat adanya blog wanita Buddhis dan inilah dia! Hingga hari ini, 33.831 orang telah mengunjungi blog Awakening Buddhist Women. Siapa sangka wanita-wanita Buddhis bisa menciptakan kehebohan seperti ini? Tidak hanya jumlah yang mengesankan, tapi juga keragaman post di blog ini—penulisnya, pembacanya, dan isinya–sungguh mengagumkan. Spektrum luas topik, perspektif, dan kultur yang ditulis oleh para wanita dari beragam latar belakang—cendikia, praktisi, cendikia/praktisi, aktivis, seniman, ibu, dan biarawati–blog Awakening Buddhist Women telah menjadi salah satu fenomena kontemporer yang seru di dalam Buddhisme lintas negara.

Monday, March 10, 2014

Tidak Ada Selfie

Jenna Vondrasek

Jenna Vondrasek di Big Sur, California - tempat yang paling disukainya di dunia

Potret diri sendiri, yang pernah dianggap sebagai representasi dari suatu karya seni, telah berevolusi menjadi konsep terobosan baru: selfie [mengambil foto diri sendiri]. Selfie menjadi sangat populer dengan adanya teknologi ponsel pintar. Mengambil selfie melibatkan membalik kamera dan mengambil foto diri kita sendiri–sering kali dengan posisi yang membuat kita terlihat lebih menarik. Bertambahnya jumlah selfie dengan pesat dan memenuhi media sosial seperti Facebook dan Instagram, kita harus mempertanyakan alasan di balik kehebohan ini. Kepentingan dasar dari suatu selfie mengkomunikasikan pengenalan diri dan identitas dan juga rasa berlebih-lebihan dan obsesi terhadap diri.

Monday, March 3, 2014

Mempelajari Penahbisan Para Biksuni: Bagaimana Monastik di Akademi Bisa Membawa Perubahan di Dunia Nyata

Raymond Lam

Raymond Lam (kiri) dengan Tam Po Shek, musisi dan kaligrafer dari China
Di beberapa komunitas Buddhis, penghargaan kepada mereka yang memperoleh gelar di bidang studi Buddhis semakin tinggi. Para biksu dan biksuni yang memperoleh gelar PhD dalam bidang penelitian mereka (dan jumlahnya terus bertambah) secara khusus disambut. Studi akademis merupakan suatu perubahan sosio-ekonomi luar biasa di dalam dunia Buddhis, terutama karena gagasan mengenai Buddhologi adalah fenomena baru yang dimulai tidak lebih daripada tahun 1800-an (ketika Indologi dan studi oriental menjadi populer di universitas-universitas). Bagi Yang Mulia Analayo dari Pusat Studi Buddhis Numata di Universitas Hamburg, para siswa akan selalu mengemban tugas untuk membuat informasi akademik lebih mudah diakses oleh masyarakat luas. Jika panggilan dasar ini bisa dipenuhi, manfaat dari pendekatan intelektual yang cermat terhadap Buddhisme ini akan sangat besar.