Monday, June 2, 2014

Melepas: Sebuah refleksi oleh Ajahn Candasirī

Ajahn Candasirī

Berjalan di Dunruchan Stone, Perthshire,
Scotland
Hidup ini tidak pasti. Refleksi inilah yang mendorong Siddhartha Gotama, seorang pangeran muda, untuk meninggalkan perlindungan semu keluarga dan istananya di mana ia dibesarkan untuk mencari keamanan dan kedamaian batin yang lebih handal. Banyak orang mungkin merasa apa yang ia temukan selama pencarian itu lebih mengejutkan lagi.

Ia melepaskan posisinya, relasinya, dan kenyamanan materinya, dan membuat upaya begitu besar untuk menundukkan dorongan nafsu keinginan, semua dalam upaya untuk menemukan ketenangan pikiran—hanya untuk menemukan bahwa pikiran pun bukan 'miliknya' sama sekali! Setelah enam tahun berusaha keras, ketika ia mencapai pemahaman itu, yang tersisa adalah kedamaian yang tak tergoyahkan. Dia tidak lagi memiliki apapun yang perlu dikhawatirkan atau dilindungi. Tidak ada lagi alasan untuk menganggap dirinya sebagai diri dengan 'kepribadian' yang harus dipertahankan berapapun juga harganya. Ia bebas.

Menghargai kemungkinan kita masing-masing untuk menemukan dan mengetahui hal ini untuk diri kita sendiri sangat menarik bagi saya dan melihatnya secara sepintas—meskipun sekilas—adalah sesuatu yang membuat saya tetap berjalan di jalan ini. Kejadian eksternal dapat terjadi tiba-tiba, mengganggu, dan dramatis; dapat juga tragis dan membingungkan. Mereka juga memberikan peringatan keras, dan dapat membantu kita untuk menyadari kerapuhan 'dunia kita'; mereka dapat menjadi dorongan untuk terus mencondongkan kita menuju keadaan stabilitas batin. Pertanyaan-pertanyaan muncul: "Tapi bagaimanakah cara kita melakukannya?”, “Bagaimana cara kita dapat mencapai keadaan itu untuk diri kita sendiri?”.

Ajahn Chah* membabarkannya dengan baik : "Jika Anda melepaskan sedikit,  Anda akan memiliki sedikit ketenangan. Jika Anda melepaskan banyak, Anda akan memiliki banyak ketenangan. Jika Anda melepaskan sepenuhnya, Anda akan memiliki ketenangan sepenuhnya,” dan seseorang mungkin menanggapi dengan mengatakan, ”tetapi apakah ini berarti bahwa saya hanya menyerah sama sekali dan membiarkan hal-hal menjadi berantakan, tanpa peduli atau mencoba untuk melakukan sesuatu?” Nah, tidak—karena kita peduli.

Ada banyak hal yang penting bagi kita, dan hal-hal tersebut harus diatasi secara bertanggung jawab, karena itu kita berusaha memenuhi tanggung jawab tersebut sebaik-baiknya. Tapi pertanyaan kunci adalah: Bisakah kita melakukannya dengan hati yang melepaskan? Kita perlu mulai dengan cara-cara yang kecil, melihat bagaimana kita merespon ketika sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Apakah kita marah atau putus asa? Bisakah kita menerima perasaan tidak mendapatkan yang kita inginkan secara tenang—semulia atau sealtruistik apapun aspirasi kita? Mengambil napas dalam-dalam, menghembuskan nafas keluar dengan lembut, menyentuh bumi seperti Buddha, kita menemukan kemantapan batin untuk terus menjalani hidup yang sangat membantu baik untuk diri kita sendiri maupun orang lain—kita berusaha menjauhi kebiasaan bereaksi, melawan, atau menyalahkan alam semesta untuk ketidakbahagiaan kita.

Shrine Room di Milntuim Hermitage
Mempraktekkan melepaskan hal-hal kecil memungkinkan kita untuk merasakan hidup dengan cara yang segar. Kita tidak lagi terobsesi  mencoba mempertahankan hal-hal dengan cara yang sudah biasa atau nyaman bagi kita, kita bebas untuk menyaksikan aliran hidup: untuk melihat bagaimana  waktu-waktu 'buruk' menjadi waktu-waktu 'baik'; waktu-waktu 'baik' menjadi waktu-waktu 'lebih baik' –atau berubah menjadi ' buruk'! Sama seperti cuaca, terutama di Skotlandia, yang selalu berubah. Ada saat-saat cuaca terang, tiba-tiba hujan lebat berkabut, dan angin kencang. Meskipun ini sering kali tidak nyaman, ini tidak 'buruk'; kita tidak membuang-buang energi kita yang berharga untuk menyalahkan atau mencoba untuk mengontrolnya.

Sebaliknya, kita berupaya menyikapinya dengan sikap kejelasan dan ketenangan yang dapat beradaptasi dengan apapun yang terjadi. Kemelekatan yang penuh ketakutan diganti dengan rasa ingin tahu yang cerah. Mengetahui perubahan tidak bisa kita hindari, kita mengasihi dan memelihara satu sama lain, menghargai saat-saat kita berbagi, membantali kesedihan perpisahan dengan keberanian dan martabat. Ini adalah hidup. Kita tidak dapat membekukan atau berpegang padanya—tidak ada pilihan lain selain bersusah melawan, atau melepaskan.

* Ajahn Chah adalah seorang bhikkhu tradisi Theravada Hutan di Thailand yang sangat dihormati, ajaran beliau digunakan sebagai dasar cara praktek di Milntuim Hermitage.

Dari Milntuim Hermitage Newsletter (Skotlandia), Edisi 3, Musim Dingin 2014, dicetak ulang dengan izin.

Ajahn Candasiri


Ajahn Candasiri telah berjubah monastik selama lebih dari 30 tahun dan adalah salah satu dari empat bhikkhuni pendiri Ordo Siladhara di biara Amaravati dan Chithurst di Inggris. Ia dilahirkan di Skotlandia pada tahun 1947 dan dibesarkan sebagai pemeluk agama Kristen. Sesudah lulus kuliah, ia berlatih dan bekerja sebagai terapis okupasi. Pada tahun 1977, ketertarikannya pada meditasi membawanya bertemu dengan Ajahn Sumedho tak lama setelah beliau datang dari Thailand. Terinspirasi oleh ajaran dan contoh Ajahn, ia memulai latihan monastiknya di Chithurst sebagai salah satu dari empat anagarika paling awal. 

Dalam lingkungan monastik, ia aktif terlibat dalam evolusi pelatihan vinaya para biarawati. Ajahn Candasiri telah memimpin berbagai retret meditasi untuk umat awam, dan terlebih menikmati mengajari kaum muda dan berpartisipasi dalam dialog Kristiani/Buddhis. Belakangan ini, ia aktif dalam mendirikan pusat pertapaan bagi komunitas biarawati, Milntuim Hermitage, di Perthshire, Scotland. Pusat pertapaan ini adalah cabang dari grup biara Western Forest Sangha, yang berafiliasi dengan tradisi Ajahn Chah dari timut laut Thailand. Pusat pertapaan ini terdiri dari rumah dengan membentang di Glen Artney menghadap ke dataran tinggi, dan sekitar hutan seluas sekitar 50,000 meter persegi yang dilalui sungai kecil sepanjang bentangannya. Properti ini dibeli pada tahun 2011 untuk berfungsi sebagai tempat tinggal bagi para siladhara dan anagarika (biarawati pemula) dari Western Forest Sangha. Niatnya adalah untuk menyediakan satu tempat bagi kelompok kecil biarawati untuk hidup dalam suasana sunyi dan kontemplatif sebagai satu alternatif lain dari biara-biara yang lebih besar dan kompleks dimana mereka biasa menetap.

Semua photo adalah koleksi Ajahn Candarisi.

No comments:

Post a Comment