Monday, February 10, 2014

Wawancara Wanita Buddhis: Miskaman Rujavichai

Brooke Schedneck

Miskaman Rujavichai di Wat Pa Baan Taad

Miskaman Rujavichai adalah murid bikkhu Thailand terkenal, almarhum Luang Ta Maha Boowa [1] (1913-2011). Sejak tahun 1982, Miskaman tinggal di biara Wat Pa Baan Taad [Biara Hutan Baan Taad], yang didirikan oleh dan di mana Luang Ta Maha Boowa adalah kepala biara selama bertahun-tahun. Saya bertemu Miskaman saat melakukan riset untuk disertasi saya tentang komunitas meditasi internasional di Thailand. Di biara tersebut, satu grup internasional akan bertemu seminggu sekali untuk mendengarkan ceramah Dhamma dari bhikkhu-bhikkhu yang berbahasa Inggris. Miskaman adalah salah satu wajah ramah di grup ini yang membantu para pengunjung internasional. Saya membuat website penelitian yang dinamai Wandering Dhamma untuk hasil temuan saya, dan Miskaman terus berhubungan dengan mengomentari situs dan mengirimkan email ketika ada perkembangan baru di kelompok internasional di Wat Pa Baan Taad. Aku meminta Miskaman untuk bercerita lebih banyak tentang kenangannya dari Luang Ta Maha Boowa dan bagaimana ia datang untuk tinggal di biara itu. Pada awalnya dia tidak ingin mengungkapkan informasi ini, menyebutkan wanita-wanita lain ia dianggap sebagai praktisi-praktisi yang lebih baik. Aku akhirnya berhasil meyakinkannya bahwa ceritanya menarik bagi pembaca blog Sakyadhita.

Brooke: Sejak kapan anda tinggal di Wat Pa Baan Taad dan mengapa?

Miskaman: Saya telah berlatih di Wat Pa Baan Taad selama beberapa waktu sebelum saya meninggalkan rumah saya dan bekerja penuh waktu pada tahun 1982. Karena keadaan spiritual dan duniawi (dipindahkan ke kantor di luar negeri), saya akhirnya mengerti kata Luang Ta Maha Boowa kepada saya: "Hidup ini seperti mengemudi—ketika anda sampai ke perempatan anda harus memutuskan apakah akan pergi lurus atau berbelok." Jadi saya memutuskan untuk berubah dan tinggal di Wat Pa Baan Taad. Awalnya saya terkesan oleh Yang Mulia Bhuridatta Maha Thera (Luang Pu Mun) [2] dan garis keturunan praktek hutannya [aranyavasi dalam bahasa Pali]. Saya kemudian mengenal beberapa orang muridnya dan mereka mengatakan kepada saya tentang Luang Ta Maha Boowa, yang merupakan bagian dari garis keturunan Luang Pu Mun dan pernah menjabat sebagai asistennya jangka panjang.

Guru favorit saya dari murid-muridnya adalah Yang Mulia Ajahn Chuan, yang membawa saya ke pelatihan dhutanga (pertapaan) di perbukitan hutan Phu Thok. Dia mengatakan kepada saya Tan Ajahn Maha Boowa [3] tercerahkan dengan kebijaksanaan agung, tapi ia sangat ketat dan teguh dengan aturan monastik [Vinaya]. Setelah kematian Yang Mulia Ajahn Chuan karena kecelakaan pesawat pada tahun 1980, saya merasa kehilangan dan [merasa bahwa saya] harus pergi ke seorang guru yang ketat, jadi saya memilih Wat Pa Baan Taad dan Luang Ta Maha Boowa.


Luang Ta Maha Boowa
Photo: warmkapok via Compfight cc
Brooke: Seperti bagaimanakah pertemuan pertama Anda dengan Luang Ta Maha Boowa?

Miskaman: Sebelum bertemu Luang Ta Maha Boowa, saya telah membaca banyak buku-bukunya, termasuk biografi Luang Pu Mun yang ia tulis. Saya juga telah menjadi "murid melalui surat", menanyakan banyak pertanyaan tentang praktek meditasi melalui surat. Tapi aku tidak tahu wajahnya karena tidak ada foto dalam buku-buku Dhamma pada waktu itu. Suatu hari seorang rekan praktisi berkata kita sebaiknya berhenti di Wat Pa Baan Taad dan melihat Luang Ta Maha Boowa, toh kita berada di daerah itu. Malam sebelumnya, saya bermimpi tentang nenek tersayang saya yang meninggal ketika saya masih muda. Dalam mimpi itu nenek mengenakan jubah kuning seperti seorang bikkhu tua, dan ia tersenyum padaku sambil mengunyah buah pinang. Segera setelah kami pergi untuk melihat Luang Ta Maha Boowa dalam kutinya [gubuk], ia duduk di sana dengan buah pinang di mulutnya dan piring timah di sampingnya. Ia berpaling kepada kami, tersenyum dalam menyapa—seperti nenek saya dalam mimpi. Oleh karena itu, kesan pertemuan pertama saya dengan Luang Ta adalah kehangatan seperti seorang ayah—tapi ia juga sangat ketat!

Brooke: Bagaimana cara ia mengajarkan dan mengarahkan praktek anda?

Miskaman: Selama dekade pertama saya di Wat Pa Baan Taad, Luang Ta memperlakukan murid perempuan mirip dengan murid biarawan laki-lakinya. Satu-satunya pengecualian adalah bahwa kita boleh memasak. Aku merasa sistem itu mirip dengan jaman Buddha ketika upasika pergi untuk menghabiskan satu atau dua minggu di biara dalam kesendirian, mengambil delapan sila, dengan menyalakan lilin di malam hari, tanpa air keran, dan hidup dari sisa-sisa makanan biarawan. Pada saat itu, makanan biasanya diatur oleh para biarawan yang bertanggung jawab dan dibawa ke masing-masing kuti untuk orang  awam oleh penduduk desa. Kami juga belajar dari Luang Ta Maha Boowa bahwa jika seseorang rewel, makanan menjadi terasa kurang dan hambar, tapi bagi orang yang berlatih dengan baik, makanan menjadi istimewa dan lezat. Ada juga cukup makanan yang tersisa bagi penduduk desa yang datang untuk membawa kembali nampan makanan untuk dicuci. Dengan cara ini kita diajarkan untuk mengembangkan sati [kesadaran] kami.

Luang Ta Maha Boowa memberikan khotbah di pagi hari setelah makan dan/atau di sore hari di sala [aula pertemuan] ketika pengunjung datang. Ia juga membiarkan kita mendengarkan rekaman kaset khotbahnya sementara kami berlatih. Setiap murid perempuan tinggal di kuti yang telah ditentukan yang dilengkapi dengan jalan untuk meditasi jalan. Kami tidak  diperbolehkan untuk berbaur dengan orang lain. Kita akan melihat meditator-meditator wanita lain di tempat-tempat dana makanan di pagi hari atau di sala jika ada khotbah. Tempat tinggal para wanita bisa berupa kuti-kuti kecil untuk peserta tunggal atau kuti-kuti besar bagi banyak orang. Jika kami diberikan kuti tunggal oleh Luang Ta Maha Boowa berarti kita harus berkonsentrasi pada latihan dan tidak berbicara sama sekali dengan orang lain. Jika kami ditempatkan di kuti besar yang berarti kita harus bertemu dengan orang lain dan mengenal teman-teman baru.

Secara umum, Luang Ta Maha Boowa mengajar murid-muridnya melalui khotbah dan ceramah. Kami diharuskan mencermati setiap kata-katanya sebagai pelajaran kami, entah apakah [dia] berbicara kepada kami atau orang lain. Tapi Dhamma itu bisa datang dengan cara lain seperti kaset, buku-buku, dan bahkan mendengarkan orang-orang lain membicarakan Dhamma, karena dia akan menggunakan suara-suara orang lain untuk berbicara kepada kami. Biasanya dia akan berjalan di sekitar wihara untuk memeriksa biarawan dan kaum awam saat latihan. Dia bahkan akan mengawasi hewan-hewan di tempat makan hewan yang tersebar di penjuru biara. Jika ada meditator yang punya masalah dalam praktek, ia akan muncul untuk mengatakan sesuatu atau tidak sama sekali—semua ada maksudnya. Matanya melirik atau melihat Anda, atau tidak melihat Anda juga mengatakan sesuatu. Saya belajar daripara bhikkhu-bhikkhu asing bahwa ini juga cara Luang Ta Maha Boowa mengajar mereka—tanpa kata-kata. Matanya, lirikannya, dan gerakannya yang melakukan pengajaran. Jadi tidak ada hambatan bahasa dalam mengajar, jika seseorang bersedia untuk belajar.

Brooke: Bagaimanakah kehidupan sehari-hari di Wat Pa Baan Taad?

Miskaman: Kami harus mengikuti jadwal ketat tidur hanya empat jam, biasanya dari jam 10 malam hingga dua pagi. Lalu kami bangun untuk bermeditasi dan mungkin melakukan puja pagi sampai pukul lima atau enam pagi. Setelah ini kami bisa mulai menyiapkan makanan untuk persembahan, tapi ini opsional. Jika kami tidak membantu menyiapkan makanan, kami bisa terus bermeditasi sampai saatnya untuk pergi ke ruang utama untuk [mendengarkan] khotbah, dan kemudian kami dapat mengambil makanan kembali ke kuti. Di sini, di Wat Pa Baan Taad, puja pagi dan sore dilakukan individu dan kami diajarkan untuk menghafalnya agar tidak mengganggu meditasi orang lain. Kami harus memiliki sati [kesadaran] setiap saat karena hal ini mengembangkan samadhi [konsentrasi] dan panna [kebijaksanaan] yang baik, dan juga mencegah meditator dari berperilaku salah.

Kita juga perlu berhadapan alam di vihara hutan ini. Pada musim hujan ada cabang rusak dan pohon jatuh. Ada makhluk lain seperti tupai, tikus, kadal, tokek, ular, katak, kodok, lebah, stingflies, cacing gatal, kelinci, ayam, dan burung merak. Kami mengurus pemberian makanan untuk binatang-binatang ini dan membantu memisahkan mereka dari perkelahian dan pembunuhan. Ada juga pelajaran Dhamma ketika berhadapan dengan mereka. Pada sore hari selama menyapu kita harus ingat bagaimana Luang Ta Maha Boowa mengajarkan kita untuk menyapu daun tanpa mengangkat debu sesuai dengan arah angin dari setiap musim. Luang Ta Maha Boowa mengatakan kilesas [kekotoran batin] ada yang kasar dan halus. Kita harus belajar seluk-beluk ini untuk berurusan dengan kilesas halus.

Brooke: Apa hubungan Anda dengan wanita-wanita lain di wihara? Sebagai seorang anggota senior masyarakat, apakah Anda memiliki peran khusus untuk membantu anggota baru?

Miskaman: Hubungan dengan wanita-wanita lain di tempat berdasarkan keramahan dan saling membantu, tetapi tidak ada pembauran. Kita diajarkan untuk mengendalikan indera-indera kita, yang sangat penting bagi perempuan yang tinggal bersama-memperhatikan hanya citta [pikiran, hati] kami dan perilaku kita sendiri. Jika ada pengunjung baru ditempatkan di kuti kita, kita menunjukkan kepada mereka tempat tidur dan selimut, kamar mandi, tempat meditasi berjalan, dan mengorientasikan mereka ke jadwal harian. Dulu Luang Ta Maha Boowa dan kemudian biarawan "manajer" bergiliran setiap minggu yang bertanggung jawab mengurus biara dan meditator-meditator, menempatkan pengunjung ke kutinya. Di masa lalu ketika tidak ada begitu banyak orang berbahasa Inggris, saya ditugaskan untuk membantu pengunjung asing, tapi sekarang ada banyak generasi muda yang bisa melakukan ini sehingga saya hanya perlu berlatih.

Brooke: Bagaimanakah hubungan Anda dengan kelompok internasional di Wat Pa Baan Taad?

Miskaman: Ini bukan tugas saya, tapi saya memang membantu para biarawan dengan terjemahan, percetakan, dan penerbitan buku-buku Dhamma dalam bahasa Inggris ketika diminta. Sekarang ada wanita-wanita muda yang memiliki kemampuan yang lebih baik. Ingat, usia saya sekarang mendekati tujuh puluh!

Catatan:
[1] Luang Ta Maha Boowa adalah bhikkhu selama tujuh puluh tujuh tahun dan secara umum dianggap sebagai seorang Arahat (makhluk tercerahkan). Dia adalah murid guru hutan terhormat, Luang Pu Mun, dan ia sendiri dianggap master dalam Tradisi Hutan Thailand.
[2] Ajahn Mun dikreditkan, bersama dengan mentornya, Ajahn Sao, dalam mendirikan Tradisi Hutan Thailand, yang sangat menekankan pengalaman langsung melalui praktek meditasi dan ketaatan pada aturan monastik (Vinaya). Biara hutan berorientasi utama pada berlatih cara Buddha untuk wawasan kontemplatif, termasuk hidup disiplin, pantangan, dan meditasi.
[3] Tan Ajahn adalah istilah hormat untuk seorang bhikkhu senior atau kepala biara.


Brooke Schedneck: Dosen


Brooke Schedneck adalah dosen dalam studi Buddhis di Southeast Asian Affairs di Chiangmai University, Thailand. Dia memegang gelar PhD dalam Agama Asia dari Arizona State University. Ketertarikan ilmiah utamanya meliputi persimpangan antara Buddhisme dan modernitas, serta lanskap Buddhis global yang muncul. Proyeknya yang terbaru mengeksplorasi sejarah meditasi vipassana modern, khususnya menyelidiki pusat-pusat meditasi internasional Thailand. Judul monografinya termasuk dalam seri Routledge Contemporary Asian Agama adalah Thailand’s International Meditation Centers: Tourism and the Global Commodification of Religious Practices. Dia juga telah menerbitkan Buddhist Studies Review, Pacific World Journal, Journal of Contemporary Religion and Contemporary Buddhism dan menjalankan sebuah situs riset Wandering Dhamma.

No comments:

Post a Comment