Monday, February 24, 2014

Zen dan Dunia Nyata

Kanja Odland Roshi

Tidak ada yang dapat dipastikan saat mempraktikkan Zen. Oke, saya hampir dapat menjamin jika Anda melakukan zazen (meditasi yang merupakan pondasi dalam Zen), terkadang anda akan merasa sakit di kaki, dan sangat mungkin anda akan merasa mengantuk saat melakukannya di pagi hari; ada momen-momen keputusasaan dan momen-momen mudah dan bahagia. Ada banyak kemungkinan, tetapi untungnya tidak ada yang pasti selain ini: jika praktek ini bergema dengan anda, anda tidak dapat melarikan diri dan pikiran anda mencari penyatuan dengan segalanya. Seluruh keberadaan anda berpindah menuju area tak-tersekat, dan terdapat daya tarik mutlak dalam menyelami realita tersebut. Mengutip balapan cybernetic dalam film Star Trek yang disebut Borg, “Perlawanan adalah sia-sia; anda akan berasimilasi.” Menurut beberapa orang, ide “penyatuan” adalah ide romantis pada jaman New Age (Era Baru) atau sesuatu yang begitu alami sehingga kita tidak perlu melakukan apapun selain berada begitu saja.

Bukankah lebih baik menggunakan waktu melakukan sesuatu yang menghasilkan dalam dunia nyata daripada membuang waktu dalam meditasi? “Beberapa orang mengatakan, “Pergi dan membantu sesama dalam dunia nyata,” Atau,” Jangan hanya duduk—lakukanlah sesuatu!“ Namun dalam Zen kami menemukan pendekatan berbeda. Guru pertama saya, Philip Kapleau, memakai topi baseball yang berbunyi,” Jangan hanya melakukan sesuatu—duduk di sini!”

Sudah cukup lama saya merenung apa yang orang-orang maksud dengan “dunia nyata.” Jika terdapat sesuatu yang disebut “dunia nyata”, maka seharusnya ada sesuatu yang “tidak nyata”, dan bagian bumi seperti apakah itu? Lalu filsafat Buddhis mengatakan bahwa realitas merupakan satu kesatuan utuh, dan pada saat bersamaan itu merupakan multi-dimensi yang dapat dirasakan dalam jutaan cara yang berbeda. Dilihat dari perspektif lain, dapat dikatakan tidak ada yang ada; dan semuanya tidaklah nyata. Saat pertama kali kami melakukan zazen, kami memandang realita yang tidak nyata dan multidimensi ini dari sudut pandang baru, dan melalui pendekatan ini, kami mendapat kesempatan mengalami realitas ini secara nyata dan tidak nyata secara bersamaan.

Praktik Zen bertujuan untuk mengupas selubung samsara dan menyadari nirwana . Hanya-Samsara adalah dunia yang dibangun dari gagasan dan bentuk, kelahiran dan kematian dan karena keterbatasannya itu menjadi tidak memuaskan. Nirwana adalah dunia yang tak terbatas yang kosong dan tidak ada bentuk yang dapat membuat kita bebas dari belenggu ketidakpuasan. Dengan latihan, kita memulai menyibaknya dan setelah beberapa saat tidak ada jalan untuk kembali: apa yang telah kita mulai tidak dapat dibatalkan. Bahkan dengan melihat sekilas tentang dunia sebagai nirwana di tengah samsara, kita tahu bahwa kita harus melanjutkan proses pembedahan ini. Kita tak dapat lagi tersekat, tetapi ini bukanlah proses yang mudah, maka dari itu terkadang kita mungkin mengutuk fakta bahwa kita telah memulai seluruh usaha ini. Kita tetap bisa melanjutkan hidup 'damai' dengan perlindungan balutan ketidaktahuan (ignorance). Kebanyakan orang memikirkan kehidupan mereka dari sudut pandang samsara karena mereka tidak berani untuk berfikir seluas nirwana yang tak dapat dibayangkan. Dunia hanya-samsara tak memiliki ruang untuk apapun selain pikiran-pikiran yang terbatas--dan itu diciptakan melalui mereka.

Kita tidak bisa menyalahkan orang lain, masyarakat atau apapun untuk bagaimana kita memandang dunia kita, karena kita sendiri adalah pencipta dari realitas kita sendiri, kita sendiri membuat samsara dan nirwana. Sebagaimana yang dikatakan Master Zen Hakuin dalam Doa Pujian Zazen: "Pikiran kami sekarang menjadi tiada-pikiran, tarian dan lagu kami adalah suara Dharma". Tiada-pikiran bukan berarti tidak pernah berpikir. Namun, kita harus mulai dengan kembali ke dunia hening, dunia yang tenang, pikiran kosong, dunia yang ada sebelum pikiran lahir. Dan ketika kita berada di ruang itu, kita tiba-tiba menemukan diri kita mewujudkan dunia nirwana. Praktik Zen ada karena dunia nirwana dan zazen yang tak terlukiskan adalah pintu gerbang ke dunia itu. Tapi dunia samsara juga ada dalam nirwana dan itu bukan tentang menyingkirkan satu hal dan terus mendapatkan yang lain. Ini adalah tentang menyadari dunia seperti apa adanya: samsara dan nirvana sebagai wujud suatu kesatuan.

Ketika saya mulai melakukan zazen tiga puluh tahun yang lalu, saya menghadiri sekolah seni. Setelah berlatih secara teratur untuk beberapa waktu, saya mulai merasa bahwa dunia seni itu palsu; semua orang hanya berpura-pura. Seperti baju baru kaisar,  tampak begitu pura-pura dan palsu. Menjadi mustahil bagi saya untuk melanjutkan seni. Pekerjaan yang saya lakukan di malam hari dan pada akhir pekan membantu orang tua dan orang cacat terasa jauh lebih tulus dan bermakna; itu jauh lebih masuk akal bagi saya. Butuh waktu bertahun-tahun sebelum aku bisa kembali melakukan seni. Praktik Zen memungkinkan untuk berhubungan dengan seni yang berbeda-beda, atau lebih tepatnya berhubungan dengan diri sendiri. Ada kala saya menolak seluruh dunia, tapi sekarang ketika saya tidak lagi menganggap diri sebagai seniman yang menciptakan karya seni, saya hanya menikmati menemukan dan mengeksplorasi bentuk dan warna (belakangan ini dengan menggunakan kamera).

Tapi ego seniman masih muncul kadang-kadang: misalnya, seorang teman seniman tidak mengomentari beberapa gambar sayayang saya tunjukkan padanya dan aku mulai membayangkan segala macam hal tentang apa yang dia pikir. Wow, imaginasi-imaginasi yang terjadi—sungguh menakjubkan! Kita menciptakan dunia, alam semesta dengan pikiran dan imajinasi kita dan di tengah-tengahnya kita menempatkan diri kita sendiri. Dan apakah kita melihat diri kita di atas atau di bawah, menang atau kalah, kita selalu berada di pusat. Dalam jangka panjang itu menjadi beban tanggung jawab menjadi aktor utama dalam serial TV Samsara: An Epic Adventure, dan ada seri yang tak ada habisnya tersedia untuk di-download. Menonton sesi 1214, episode 26, kita merenungkan, "ini tampak begitu akrab dan rasanya seperti cerita yang sama terulang lagi dan hanya dengan beberapa perbedaan kecil." Nah, pengulangan dan prediktabilitas adalah apa yang membuatnya begitu adiktif.

Saya menemukan sebuah situs bernama The Escape: An Epic Adventure yang mempresentasikan opsi berbeda untuk para petualang; “India dengan Sepeda Motor,” “Menyelam di Mombasa,” dan “Bersepeda kuno di Amerika”. Saya dapat katakan ini terlihat menarik bagi saya. Petualangan seperti itu mungkin tak semuanya pelarian; bahkan mungkin sebaliknya. Kita mungkin mengatakan sesuatu sebagai dangkal atau hal-hal negatif lainnya, hanya karena kita sendiri tidak berani untuk mencobanya.
Saya melihat satu gambar di sebuah situs dan ketika saya melihat sekelompok orang berbalut jaket kulit dengan sepeda motor besar di suatu tempat di India, saya merasakan dorongan untuk mengerutkan kening sambil berkata, "Ini terlihat begitu macho, mereka kira mereka siapa? Mereka seharusnya melakukan sesuatu yang penting, seperti membantu orang di dunia.” Ups!

Ada orang bilang hidup dalam komunitas Zen adalah sedang lari dari kenyataan, yang lainnya berkata hidup tidak dalam komunitas Zen-lah yang merupakan  melarikan diri dari kenyataan. Ada yang bilang menjalin hubungan adalah lari dari kenyataan, dan yang lainnya mengatakan tidak memiliki hubungan adalah yang melarikan diri dari kenyataan—dan seterusnya. Semua itu bergantung dengan keadaan. Apa yang disebutkan tidak melarikan diri? Itu adalah hal yang harus dicari tahu oleh masing-masing orang, dan bagi beberapa orang,  praktik meditasi Buddhis adalah cara untuk menemukannya. Tapi apa pun yang Anda lakukan saran saya adalah: jangan membuat kesalahan dengan mencoba untuk melarikan diri dari tantangan. Tantanganlah diri anda untuk keluar dari zona nyaman. Jika tidak, dunia hanya-samsara yang kecil dan terprediksi akan cenderung membesar. Tanpa setidaknya satu intipan pada nirwana—juga sangat sulit untuk mengatasi rasa sakit, kekecewaan, dan ketidakkekalan dan tidak mungkin dapat merasakan kebahagiaan sejati.

Aku akan mengakhiri [tulisan ini] dengan sebuah kutipan dari buku harian Etty Hillesum, seorang wanita muda Yahudi yang tinggal di Amsterdam selama Perang Dunia Kedua [1]:

Ya , kita membawa semua bersama kita—Tuhan dan Surga dan Neraka dan Bumi dan Kehidupan dan Kematian dan semua sejarahnya. Hal eksternal hanyalah alat peraga; segala sesuatu yang kita butuhkan adalah ada dalam diri kita. Dan kita harus mengambil segala sesuatu yang datang: yang buruk dengan yang baik, yang tidak berarti kita tidak bisa mengabdikan hidup kita untuk menyembuhkan buruk. Tapi kita harus tahu apa motif yang menginspirasi  perjuangan kita, dan kita harus mulai dengan diri kita sendiri, setiap hari adalah hari baru.

Ada suatu masa ketika saya pikir saya harus menelurkan ide-ide brilian setiap hari, dan sekarang saya kadang-kadang merasa seperti hamparan tanah tandus dimana tak ada yang bisa tumbuh, tapi yang tetap direntang oleh langit yang tinggi dan luas. Dan cara ini adalah jauh lebih baik. Sesuatu telah mengkristal. Saya telah menatap langsung kehancuran kita, akhir menyedihkan kita, yang telah dimulai dalam banyak hal kecil dalam kehidupan sehari-hari, tanpa berpaling dan menerimanya ke dalam hidup saya, dan kecintaan saya pada kehidupan tidak berkurang. Saya tidak pahit atau memberontak, atau sedikitpun berkecil hati. Saya terus tumbuh dari hari ke hari, bahkan dengan kemungkinan kehancuran menatap wajahku.’

[1] Hilleseum, Etty. 1999. An Interrupted Life: The Diaries, 1941–1943, and Letters from Westerbork by Etty Hillesum. London: Persephone Books Ltd.

Kanja Odland Roshi: Pendeta Zen & Penulis


Kanja Odland Roshi lahir di Stockholm, Swedia pada tahun 1963. Dia mulai pelatihan Zen-nya pada tahun 1984, sebagai mahasiswa dari Philip Kapleau Roshi dan penggantinya, Bodhin Kjolhede Roshi. Dia ditahbiskan sebagai imam Zen pada tahun 1999 dan diberi izin untuk mengajar dengan Kjolhede Roshi pada tahun 2001. Sejak itu ia telah mengajar penuh waktu. Bersama dengan rekan-guru Sante Poromaa Roshi, dia telah berperan dalam pendirian sebuah kuil pelatihan di pedesaan Swedia disebut Zengården, dimulai pada tahun 1990, serta pertumbuhan dan perkembangan jaringan pusat-pusat Zen kota di di Swedia, Finlandia, dan Skotlandia.

Dia menawarkan sesshin reguler di Zengården dalam bahasa Inggris, memberikan ceramah publik tentang Zen, mengambil foto, menulis artikel, dan baru-baru ini menerbitkan buku Vandring på spårlös stig (Berkeliaran di Jalur Tak Berjejak), tersedia dalam bahasa Swedia.

Koleksi foto Kanja Odland Roshi

No comments:

Post a Comment