Monday, April 14, 2014

Bertemu Biarawati-biarawati dari Zanskar

Dominique Butet
Fotografi oleh Olivier Adam
Untuk membaca versi original dalam bahasa Perancis (dengan foto-foto), klik disini.


Zanskar, yang terletak di ujung barat laut India di propinsi Jammu dan Kashmir, adalah suatu lembah yang terisolasi di ketinggian lebih dari 3.900 meter. Daerah itu adalah salah satu daerah ketinggian tertinggi yang berpenghuni di Himalaya. Di sana, di tengah panasnya musim panas di jalan-jalan yang berangin dan berdebu, tidaklah aneh untuk bertemu dengan lambaian riang kain-kain merah, ditutupi topi jingga berbahan felt— dan juga para biarawati berlalu-lalang! Banyak biara-biara perempuan yang telah didirikan di sana, bertengger tinggi di lembah.

Saat ini, Zanskar memiliki sepuluh biara perempuan, sembilan diantaranya bernaung pada ordo Gelugpa. Beberapa, seperti Karsha dan Dorje Dzong, terletak dekat Padum, yang merupakan ibukota wilayah, sementara lainnya seperti Pishu lebih terisolasi. Beberapa didiami hingga 20 biarawati, sementara lainnya didiami tujuh atau delapan. Beberapa punya sekolah, yang lainnya tidak—atau belum. Di musim dingin, ketika semua pipa membeku, para biarawati berjalan jauh ke sungai untuk mengambil air, memecahkan es dan kemudian mendaki lagi dengan cepat untuk mendapatkan perlindungan di kamar-kamar di mana atap-atapnya tidak begitu terinsulasi sehingga salju dan dingin meresap masuk. Tetapi adalah isolasi mendalam itulah yang seseorang perlukan untuk bertahan hidup, suatu isolasi yang hanya ritual-ritual panjang yang dapat melampauinya. Namun, semuanya memiliki tekad tanpa-kompromi untuk terus dan berkembang, mengaduk semangat spiritual dengan rasa kehidupan kolektif yang luar biasa dimana semua [orang] dari berbagai usia hidup bersama, dari usia sembilan hingga lebih dari 84 tahun!

Komunitas yang terbesar diantara mereka adalah Karsha, dimana ada 22 biarawati dan sekolah yang dirawat oleh desa. Bangunan sekolah berdiri tepat di depan biara. Sebagian besar biarawati Karsha ditahbiskan dalam tantric yoga Vajrayogini, yaitu dakini yang merupakan esensi dari semua Buddha. Ketika kami diundang untuk menghadiri puja yang merayakan bulan purnama, kami mengikuti [kegiatan] mereka mengulang kembali sumpah-sumpah Mahayana, suatu upacara panjang yang dijeda dengan persembahan dan tsog yang murah hati. Seorang biarawati, ketika ditanya tentang kehidupannya di biara itu, mengatakan “Semua penderitaan tiba melalui niat orang lain, tetapi kebahagiaan tergantung pada niat kita sendiri.” Setiap malam, mereka berlatih meditasi dan visualisasi yang berdasarkan pada perwujudan dari dewi pelindung mereka. Langkah dari inisiasi tantrik ini diilhami dengan kehidupan seperti petapa, mempersiapkan para biarawati untuk intensitas kehidupan tanpa hubungan seks yang menanti mereka, sambil membantu mereka untuk menjernihkan pintu-pintu persepsi mereka.

Di bulan Juli 2012, rasa kegembiraan menyambut kami di Dorje Dzong. Tujuh biarawati di sana sedang melaksanakan proyek besar membangun sebuah sekolah yang terletak sekitar 100 meter di sebelah bawah biara semula,  yang mana pondasinya telah dibenam pada abad ke-14. Tanpa lelah, wanita-wanita ini menggali dan memindahkan pasir, membentuk bata-bata dari lempung lumpur, dan mendukung tim pekerja di sana. Tidak ada waktu bagi mereka untuk menghadiri kelas-kelas Tibet yang diadakan oleh Palden, seorang guru muda yang dikirim dari Dharamsala, musim panas ini. Pekerjaan membangun sekolah ini telah menjadi prioritas!

Dua biarawati paling tua, yang masih gesit di usia 81, memanen gandum, mencucinya di sungai dan mengepak biji-biji itu dalam bungkusan sesudah dikeringkan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka yang keras, mantra-matra selalu menyertai mereka dan dilafalkan berulang-ulang. Meskipun kehidupan mereka sulit, namun semangat mereka tampak muda dan mereka memiliki kebahagiaan-dari-dalam yang selalu ada. Selama waktu rehat di taman, Tsering Puttin membenamkan wajahnya di antara bunga-bunga, lalu tertawa, dan bermain bersama kami dan kamera kami dengan membuat ekspresi-ekspresi lucu. Kemudian tiba-tiba, ia bangun dan mengucapkan doa, lalu mendaki jalan curam menuju biara dimana puja untuk Tara akan diadakan. Di tengah jalan, ia memetik beberapa bunga daisy yang ia tempatkan di altar sebagai persembahan.

Di lembah yang lebih jauh, di kota Pishu, biarawati-biarawati tua di sana juga berlimpahan spiritualitas alami. Pada usia hampir 87, Kunzom Dolma mengitari biara dengan langkah-langkah kecil selama satu jam setiap malam. Ia berhenti sesekali untuk mengatur nafas, beristirahat bertopang pada tongkatnya. Biarawati lainnya, Tsering Dolkar yang berusia 83 tahun, duduk di luar kamarnya dan memutar roda doanya dengan penuh bakti. Mantra mengalir dari mulutnya ketika ia membersihkan kulit kacang polong atau mengisi drumnya dengan air sumur. Setiap nafasnya adalah latihan. Harus dipahami bahwa di komunitas ini, para biarawati secara tradisi mendedikasikan diri mereka untuk chod. Didirikan oleh Machik Labdron di abad ke-11, latihan ini meliputi meditasi dimana tubuhmereka dibayangkan tercabik-cabik dan diserahkan pada setan-setan. Dari latihan ini maka timbullah suatu kondisi bebas dari ketakutan dan kemelekatan yang kuat.

Biarawati-biarawati yang lebih muda memberitahu kami tentang masa depan mereka, tentang keinginan mereka untuk memperdalam pemahaman ajaran, dan harapan mereka untuk mengikuti kelas bahasa Inggris. Mereka mengeluh kurangnya guru-guru dan berpikir untuk pergi mengejar pendidikan ke Dharamsala, ke biara yang lebih terstruktur di suasana yang lebih berpopulasi.

Untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai hidup, bertahan hidup, dan keterlibatan spiritual, maka selama tiga hari Dalai Lama memberikan pengajaran di Photang [residensi Dalai Lama] di Padum pada akhir Juli, dengan memupuk inisiasi Avalokistesvara. Semua orang Zanskar hadir, banyak yang mengenakan peraks [hiasan kepala] yang berkilau dan pakaian terbagus mereka. Para biarawati, mengenakan jubah sederhana, duduk di barisan-barisan depan dekat Yang Mulia. Beliau memberikan pesan-pesan atas pertanyaan-pertanyaan diatas, sederhana namun sangat berarti. Beliau mendorong kultivasi kebahagiaan mendalam dan menggaris-bawahi ajaran-ajaran spesifik yang sesuai dengan Buddhisme—kunci ke dalam Dharma—studi untuk mencapai kebaikan dan kesempurnaan. Yang Mulia menunjuk pentingnya pendidikan untuk semua, baik anak-anak laki-laku maupun perempuan, dan pentingnya merekrut guru-guru yang baik. Dalai Lama mengundang para orang Zanskari untuk memanfaatkan musim dingin dengan belajar teks-teks Buddhis di rumah atau biara mereka, dan untuk menolak alkohol, suatu kutukan bagi area-area yang bersalju. Akhir kata, ia menekankan pelatihan pikiran melalui praktek meditasi yang rutin dan pengulangan mantra, satu-satunya jalan untuk melindungi kita dari emosi-emosi negatif dan membantu kita melewati kesengsaraan.

Kegairahan luar biasa selama tiga hari tersebut, yang ditandai dengan inisiasi dasar, tak pelak telah menyuntik kekuatan bagi setiap orang dalam menyusuri jalan latihan spiritual yang berakar dalam dalam kesulitan sehari-hari, dimanapun lokasinya—apakah di kota, di desa, atau di hamparan beku Himalaya yang berselimuti salju.













Semua foto adalah koleksi dari Olivier Adam; Dharma Eye

Dominique Butet

Dominique Butet lahir pada tahun 1968. Ia mempelajari geografi dan menjadi guru, pertama-tama di Perancis, lalu di Moroko, dimana ia bersentuhan dengan kultur lain. Sesudah bertemu Olivier Adam pada tahun 2010, ia menemukan Buddhisme ketika berkunjung ke biara-biara perempuan di sekitar Dharamsala, India. Dengan bergabung dengan Olivier, seorang fotografer, ia memutuskan untuk mendokumentasi kehidupan dan cerita para biarawati sehari-hari dengan mewawancarai orang-orang yang mengungsi dari Tibet ke India. Ia dan Dominique memutuskan untuk memperpanjang proyek tersebut hingga mencakup biarawati-biarawati di Himalaya. Dalam serial mereka mengenai dunia wanita Buddhist yang berjudul Dakinis juga terdapat rekaman-rekaman ritual. Sepanjang Juli dan Agustus 2012, Dominique dan Olivier mengeksplorasi biara-biara perempuan di Zanskar. Saat ini mereka sedang bekerja di Nepal dan berencana untuk mengunjungi Mustang dan Bhutan tak lama lagi. Dominique adalah penulis untuk majalah Perancis Regard Bouddhiste.

Olivier Adam

Olivier Adam adalah ahli fisika, lulus dari Ecole Normale Supérieure di Paris. Selama bertahun-tahun ia bekerja sebagai fotografer dan saat ini mengajar di sekolah fotografi Auguste Renoir di Paris. Selama beberapa tahun ia mempelajari budaya Tibet dan Buddhisme, mengikuti kelas-kelas Kalachakra yang diajarkan oleh Dalai Lama. Olivier tergabung dalam tradisi dan ritual humanis, dimana wanita dan dunia mereka mendapat tempat penting dalam foto-fotonya. Ia mengerjakan buku-buku Kalachakra: un Mandala pour la Paix (dipublikasi oleh Editions de la Martinière), dan Le Dalaï Lama: Appel au monde (dipublikasi oleh Éditions du Seuil). Sejak tahun 2008, ia telah tertarik pada kehidupan biarawati-biarawati Tibet yang hidup di pengasiangan. Ia mulai mendokumentasi cerita-cerita mereka di lima biara-biara dekat Dharamsala dan bahkan mengunjungi mantan narapidana politik—biarawati-biarawati yang diberikan naungan di dunia Barat. Dakinis, satu serial tentang dunia wanita-wanita Buddhist, terdiri dari bunyi-bunyian dan interview yang dikumpulkan oleh Dominique Butet (istri Olivier), sekarang juga mencakup para biarawati di sekitar Himalaya. Proyek ini terjadi berkat kolaborasi dengan Tibetan Nuns Project dan Jamyang Foundation. Olivier juga adalah fotografer reguler untuk majalah Perancis Regard Bouddhiste.

No comments:

Post a Comment