Monday, April 21, 2014

Makan dengan Waspada, Sesendok Demi Sesendok

Judith Toy

Foto oleh  Jamain
Makan dengan kewaspadaan perlu latihan. Awalnya terasa seperti terpaksa, namun anda harus akui bahwa makanan terasa lebih lezat daripada sebelumnya ketika anda meletakkan garpu anda dan mengunyah setiap suapan 30 kali atau lebih, atau hingga makanan itu menjadi “lembut,” sambil memikirkan apa yang anda kunyah, menamainya—misalnya, kacang hijau.

Anda membayangkan kacang itu dulunya adalah benih yang ditanam di tanah hangat, kemudian tunas dan daun muncul berlilitan, kemudian bunga kecil seperti anggrek dengan empat kelopak, atau mekaran kelopak putih berbentuk bintang-lima dengan tengah kuning, tergantung jenis kacang itu. Anda membayangkan gambaran mental tentang sinar mentari yang jatuh pada bunga itu, bagaimana bunga itu memutar wajahnya menghadap ke cahaya, mengintip dari balik kehijauannya. Kemudian dengan perlahan dan ajaib terjadi transformasi dari bunga menjadi polong putih kecil yang berubah menjadi hijau sembari mengembang dan tumbuh di bawah sinar hangat dan siraman hujan. Dalam kacang ini, kosmos hadir.

Anda masih mengunyah suapan pertama. Anda bayangkan bahwa beberapa kesengsaraan di dalam upaya membawa kacang ini masuk ke mulut anda. Petani mungkin penghasilannya tidak cukup untuk membayar kredit rumahnya tahun ini karena banjir yang tak terduga. Beberapa pemetik mungkin dibayar kurang dari upah minimum karena bos-bos yang memperdaya keluarga-keluarga pemetik dan tanpa perikemanusiaan memaksa mereka untuk bekerja cepat dan waktu yang lama untuk mendapatkan cukup uang hanya untuk bertahan hidup.

Dalam setiap suapan kacang hijau, anda mengecap Bumi dan panasnya matahari. Anda merasakan cahaya yang menyentuh jemari si pemetik yang memegang kacang, merasakan kegembiraan dan kesedihannya, dan bunyi kacang yang dilempar masuk ke keranjang yang diikat seperti bayi di pundaknya. Banyak serangga mati dalam proses ini. Mungkin seekor belalang hancur ketika kacang ini ditumpuk dalam keranjang bersama ratusan kacang lainnya. Setiap keranjang diletakkan di jalur pemrosesan, para pekerja memotong dan mencuci kacang-kacang itu. Beberapa diantara mereka harus bekerja di tiga pekerjaan untuk mendapatkan cukup upah untuk biaya hidup. Beberapa diantaranya menderita radang sendi karena mereka terus menerus menggerakkan jari-jarinya dengan cara yang sama untuk memetik kacang-kacang yang belum matang atau kacang-kacang yang kurang bagus.

Karena anda menyadari perasaan bahagia ketika memakan kacang ini, anda mulai bertanya. Adakah pemilah kacang yang bahagia di jalur itu? Apakah kebahagiaan mereka meresap ke dalam kacang yang mereka sentuh, dan apakah kebahagiaan itu bertransformasi ke dalam mulut anda? Anda memikirkan adegan itu seperti cerita Water for Chocolate—adegan perkawinan, dimana semua tamu mulai menangis karena juru masaknya menangis ketika mereka mencampur-adukkan makanan pesta.

Foto oleh Shanoor Habib Munmun
Kacang ini telah berpergian jauh dan menyentuh banyak hidup orang. Mungkin sel manusia yang sudah tak berguna—milik seorang pengepak atau pengantar atau pengangkat atau penyetok—telah jatuh ke dalam kacang yang anda kunyah. Jika anda beruntung, kacang yang lezat di mulut anda mungkin ditanam di lokal, tak lebih dari 50 mil dari tempat anda duduk di meja. Namun lebih mungkin kacang anda telah melintasi jalan yang panjang dan berliku dari ladang ke meja. Kacang itu mungkin telah tersemprot zat kimia berbahaya atau DNA-nya sudah direkayasa untuk membuatnya lebih gendut, lebih hijau, ukuran lebih serupa. Anda berpikir apa pengaruhnya pada tubuh anda.

Juga ada juru-juru masaknya. Anda pikirkan cucuran keringat selama berjam-jam di dekat kompor panas—mungkin tidak dengan senang atau dengan mengeluh tapi ada beberapa mood yang biasa diantaranya—dan anda berterima kasih pada semua orang, satu per satu, yang telah membawa kacang ini ke mulut anda—kacang ini yang tidak hanya kacang, tapi penuh dengan hal-hal berbintang, dibuat dengan elemen yang sama seperti kita Homo sapiens.

Rasa kacang merebak di mulut anda ketika anda berpikir tentang planet kita dan tempat kacang biasa ini tumbuh di atasnya. Bahkan jika anda tidak tahu bahwa ada 130 varietas Haricots verts, sebagaimana orang Perancis menyebut mereka, dan bahwa orang China-lah penanam kacang hijau terbesar diantara semua negara di dunia, anda akan belajar bahwa tanaman yang hijaunya begitu mencolok menyediakan zat besi, kalsium, magnesium, protein, fiber, dan mineral-mineral yang penting bagi kesehatan.

Anda menyadari nafas anda, memperhatikan perut anda mengembang dengan setiap nafas masuk dan mengempis dengan nafas keluar. Keluar, masuk, kunyah kunyah kunyah... masuk, keluar, kunyah kunyah kunyah. Seluruh dunia anda menjadi kacang hijau yang anda nikmati segala aspeknya. Anda menyadari cara mendalam bagaimana kacang hijau itu menjadi bagian dari tubuh anda ketika anda menghancurkan setiap seratnya dengan gigi dan air liur anda dan siap-siap untuk menelan.

Melalui arbor di Cloud Cottage
Sekali lagi anda memikirkan kacang itu sebagai tunas, baru tumbuh dan segar, dan anda sadari anda telah mengkonsumsi bunga dimana kacang itu berwujud sebelumnya. Anda membangkitkan gambaran hamparan kebun kacang, mungkin di suatu lembah di hadapan pegunungan yang dikelilingi tanah datar. Anda merasa seperti dibawa ke sana, sementara rasa tajam kacang menembus lidah dan gusi anda. Sesendok kacang ini adalah liburan kecil. Anda merasa tenang dan terisi. Anda merasakan tulang belakang anda menyentuh kursi, kaki anda diletaknya rata dengan lantai yang didukung oleh Bumi, dan rasa syukur menyembur dari dalam hati anda.

Anda berhenti berpikir. Saat ini, sudut-sudut antara anda dan meja, anda dan garpu, anda dan kacang, telah menjadi kabur. Tubuh anda masuk dalam kondisi bahagia. Semua karena kacang ini, yang lebih daripada sebuah kacang. Anda tidak pernah ingin berhenti mengunyah. Anda sadari semua yang sedang terjadi di sekitar anda, dan anda adalah bagian dari semua itu. Anda benar-benar merasakan leluhur anda dalam diri anda menikmati sesuap kacang hijau ini, [dan] tanah dan langit yang terkandung di citarasanya. Ketika anda mengasupi diri anda dengan kacang ini, anda juga mengasupi darah dan keturunan anda secara bersamaan. Ketika anda sehat dan bahagia, anda mentransformasi orang tua dan kakek-nenek anda, cucu dan buyut anda.

Anda menelan. Hidup itu indah.

Esai ini pertama kali terbit di halaman "Mindfully Yours" pada website WNC Women. Terima kasih kepada mereka yang mengijinkan kami untuk mencetak ulang.

Judith Toy


Judith Toy mendedikasikan hidupnya untuk Dharma. Ia telah memimpin retret-retret di penjuru negeri, di Irlandia, Romandia dan di Findhorn di Scotlandia. Beserta almarhum suaminya, R. Philip Toy, ia mendirikan tiga sangha di AS dalam tradisi Thich Nhat Hanh, termasuk satu di penjara pengamanan-menengah. Judith telah belajar dengan guru-guru Soto dan Rinzai Zen dan ditahbiskan oleh Zen Master Thich Nhat Hanh sebagai anggota umat awam utama dalam ordonya, Tiep Hien. Sejak 1993, ia menjadi tuan rumah pusat-pusat latihan kewaspadaan, pertama di Old Path Zendo di Pennsylvania, dan untuk 14 tahun terakhir di Cloud Cottage Sangha di Black Mountain, North Carolina, dimana ia tinggal. Judith adalah penulis buku Murder as a Call to Love: A True Story of Transformation and Forgiveness, dipublikasikan tahun 2011.

Kredit foto:
Foto pertama: oleh Jamain melalui Wikimedia CC
Foto kedua: oleh Shahnoor Habib Munmum melalui Wikimedia CC
Foto ketiga: koleksi Judith Toy

Foto biografi koleksi Judith Toy

No comments:

Post a Comment