Monday, September 29, 2014

Waktu, Mereka adalah Sebuah Perubahan

Venerable Damchö Diana Finnegan

Yang Mulia Dalai Lama memberikan ceramah utama pada pembukaan acara “Sebuah pertemuan tradisi spiritual yang beragam di India” di New Delhi, India pada tanggal 20 September 2014. Foto oleh Tenzin Choejor/OHHDL
Pada tanggal 20 September 2014, selama diskusi meja bundar pertama konferensi antar agama dengan judul “Sebuah Pertemuan Beragam Tradisi Spiritual di India – Mempromosikan Nilai Kemanusiaan dan Keharmonisan Antar Agama,” yang diadakan di Delhi, India, Yang Mulia Dalai Lama berbicara untuk mendukung perevisian aturan yang menyatakan bahwa biarawati harus duduk di belakang biarawan, bahkan jika biarawati tersebut telah ditahbiskan sebagai Bhikkuni, dan biarawan tersebut masih pemula [samanera]. Pertemuan Beragam Tradisi Spiritual di India, yang diinisiasi oleh Yang Mulia Dalai Lama sendiri, berlangsung selama dua hari, termasuk rapat paripurna tentang “Pemahanan Antar Agama dan Nilai Kemanusiaan” dan “Lingkungan, Pendidikan, dan Masyarakat.”

Dalam komentar spontannya, YM Dalai Lama menjelaskan tiga kategori untuk dipertimbangkan mengenai apakah dan bagaimana latihan-latihan keagamaan dan ritual disesuaikan seiring dengan perjalanan waktu: keyakinan, filosofi dan budaya. YM Dalai Lama mencatat bahwa budaya tergantung pada keadaan di lingkungan sekitar kita dan sebagaimana budaya berubah seiring dengan waktu, aspek tertentu dari praktek keagamaan juga dapat diubah.

YM Dalai Lama menyatakan bahwa Sang Buddha memberikan hak yang sama terhadap wanita dan pria ketika Sang Buddha mendirikan monastik bagi para biarawan dan biarawati. Namun, dikarenakan kondisi budaya pada jaman itu, ketika para Bhikku dan Bhikkuni datang bersama-sama, para Bhikku masuk terlebih dahulu dan kemudian para Bhikkuni tetap di belakang, bahkan di belakang para biarawan pemula [samanera]. “Tetapi jaman telah berubah dan kita harus memikirkan hal-hal ini dengan serius. Kebiasaan ini merupakan bagian dari budaya, bukan bagian dari filosofi,” demikian lanjut YM Dalai Lama. “Kita harus melakukan upaya untuk membawa keadilan.” Pernyataan ini tampaknya mencerminkan sebuah pergeseran dari pemikiran tradisional, yang mencerminkan asumsi-asumsi budaya baru tentang kesetaraan jender di dalam budaya modern jaman sekarang.

Sebagai catatan, YM Dalai Lama tidak dijadwalkan untuk berbicara sehingga Ven. Damcho melewatkan rekaman pada menit pertama atau kedua, pada saat YM Dalai Lama menyusun pidatonya, yang menjelaskan tiga kategori untuk dipertimbangkan mengenai apakah dan bagaimana latihan-latihan keagamaan dan ritual disesuaikan seiring dengan waktu: keyakinan, filosofi dan budaya. Budaya didasarkan pada kondisi lingkungan di sekitar kita, dan seiring dengan perubahan jaman, aspek praktek keagamaan juga dapat berubah. Ini merupakan dasar dari argumen YM Dalai Lama. Jika anda melewatkan sekitar 1:50 menit dan mendengarkan kembali, ini adalah dimana YM Dalai Lama menjelaskan topik tentang para Bhikkuni dan permasalahan jender. Rekaman audio ini bukanlah rekaman professional, oleh karena itu mohon dimaklumi mengenai suara bising di belakang dan gangguan lainnya.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai pertemuan ini, silahkan baca siaran pers dari kantor Yang Mulia Dalai Lama Tibet ke-14 di sini, atau melalui kantor Karmpa ke-17 di sini. Anda juga bisa menonton rekaman siaran langsung dari upacara dan sesi pleno yang diadakan pada tanggal 20 dan 21 September di sini.

Venerable Damchö Diana Finnegan


Damcho Diana Finnegan ditahbiskan sebagai samaneri pada tahun 1999. Pada tahun 2009, Yang Mulia Damcho menyelesaikan pendidikan doktornya dalam bidang Bahasa Sansekerta dan Buddhisme Tibet, dengan sebuah disertasi mengenai jender dan etika dalam narasi kehidupan murid perempuan langsung Sang Buddha. Sekarang ini Yang Mulia Damcho menetap di Komunitas Biarawati Dharmadatta di utara India dengan aktivitas sehari-hari menerjemahkan dan menyunting publikasi untuk Karmapa ke-17, Ogyen Trinley Dorje.

No comments:

Post a Comment